LAGI-lagi mata kita terbelalak oleh permainan petinggi di negara ini. Setelah terungkapnya permainan mata Gayus Tambunan dengan para wajib pajak kelas kakap dan kabar jatah fee wakil rakyat, yang terbaru adalah pelanggaran kode etik Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya.
Kabar tak sedap itu terungkap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, saat kuasa hukum Robert Tantular, Triyanto, membeberkan bahwa Budi Mulya meminjam uang Rp1 miliar kepada kliennya pada Agustus 2008. Secara jelas, Triyanto mengatakan bahwa dana tersebut bersumber dari salah satu perusahaan Robert bernama CBI.
Budi pun telah mengakui dirinya memang meminjam dana Rp1 miliar kepada Robert. Namun, yang belum jelas duduk perkaranya adalah tujuan dari pinjaman tersebut.
Apapun alasannya, jelas pinjaman uang yang dilakukan Budi Mulya kepada Robert Tantular patut dipertanyakan. Apalagi besarannya mencapai Rp1 miliar. Lalu ada apa sebenarnya antara keduanya?
Robert Tantular dan Budi Mulya berkenalan saat Budi menjadi pejabat di Bank Export Indonesia dan Robert di Bank CIC. Tapi apakah benar pinjaman itu karena pertemanan? Pastinya lebih dari itu. Jelas pemberian utang dari Robert kepada Budi sarat dengan konflik kepentingan.
Apalagi posisi Budi sebagai pejabat BI sangat strategis, yakni Direktorat Pengelolaan Moneter dan pengelolaan devisa. Sementara Robert adalah pemegang saham Bank Century (kini bernama Bank Mutiara), yang tengah menjadi pesakitan.
Mari kita flashback. Berdasarkan catatan okezone, pada Oktober 2008, Bank Century kekeringan likuiditas. Rasio kecukupan modal Bank Century kala itu sudah minus 3,52 persen dan kebutuhan modal untuk menaikkan CAR sebesar delapan persen atau sebesar Rp632 miliar.
Hingga akhirnya BI menyuntikan dana talangan (bailout) tahap pertama 14 November 2008, sebesar Rp2,776 triliun yang kemudian diberikan secara berkala hingga totalnya mencapai Rp6,762 triliun.
Kebijakan bailout tersebut dilakukan atas dasar keputusan Menko Perekonomian yang dijabat Boediono dan Menteri Keuangan yang dijabat Sri Mulyani. Alasannya untuk memutus dampak sistemik di sektor perbankan yang memang kala itu tengah dijaga dengan baik dari amukan krisis subprime mortgage Amerika Serikat.
Artinya dana bailout yang digulirkan hanya selang dua bulan sebelum Budi mencairkan pinjaman. Bagaimana pun kronologisnya, nuansa conflict of interest sangat kental. Sebagai pejabat yang menduduki posisi strategis, seharusnya Budi Mulya bisa memosisikan diri, sehingga tidak terlena dengan kenyamanan jabatan.
Kini semua orang tertuju pada Budi Mulya. Dia menjadi lakon pada babak baru dalam mengungkapkan kasus Bank Century .Kabar tak sedap itu terungkap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, saat kuasa hukum Robert Tantular, Triyanto, membeberkan bahwa Budi Mulya meminjam uang Rp1 miliar kepada kliennya pada Agustus 2008. Secara jelas, Triyanto mengatakan bahwa dana tersebut bersumber dari salah satu perusahaan Robert bernama CBI.
Budi pun telah mengakui dirinya memang meminjam dana Rp1 miliar kepada Robert. Namun, yang belum jelas duduk perkaranya adalah tujuan dari pinjaman tersebut.
Apapun alasannya, jelas pinjaman uang yang dilakukan Budi Mulya kepada Robert Tantular patut dipertanyakan. Apalagi besarannya mencapai Rp1 miliar. Lalu ada apa sebenarnya antara keduanya?
Robert Tantular dan Budi Mulya berkenalan saat Budi menjadi pejabat di Bank Export Indonesia dan Robert di Bank CIC. Tapi apakah benar pinjaman itu karena pertemanan? Pastinya lebih dari itu. Jelas pemberian utang dari Robert kepada Budi sarat dengan konflik kepentingan.
Apalagi posisi Budi sebagai pejabat BI sangat strategis, yakni Direktorat Pengelolaan Moneter dan pengelolaan devisa. Sementara Robert adalah pemegang saham Bank Century (kini bernama Bank Mutiara), yang tengah menjadi pesakitan.
Mari kita flashback. Berdasarkan catatan okezone, pada Oktober 2008, Bank Century kekeringan likuiditas. Rasio kecukupan modal Bank Century kala itu sudah minus 3,52 persen dan kebutuhan modal untuk menaikkan CAR sebesar delapan persen atau sebesar Rp632 miliar.
Hingga akhirnya BI menyuntikan dana talangan (bailout) tahap pertama 14 November 2008, sebesar Rp2,776 triliun yang kemudian diberikan secara berkala hingga totalnya mencapai Rp6,762 triliun.
Kebijakan bailout tersebut dilakukan atas dasar keputusan Menko Perekonomian yang dijabat Boediono dan Menteri Keuangan yang dijabat Sri Mulyani. Alasannya untuk memutus dampak sistemik di sektor perbankan yang memang kala itu tengah dijaga dengan baik dari amukan krisis subprime mortgage Amerika Serikat.
Artinya dana bailout yang digulirkan hanya selang dua bulan sebelum Budi mencairkan pinjaman. Bagaimana pun kronologisnya, nuansa conflict of interest sangat kental. Sebagai pejabat yang menduduki posisi strategis, seharusnya Budi Mulya bisa memosisikan diri, sehingga tidak terlena dengan kenyamanan jabatan.
Sumber : OkeZone.com
saya kurang begitu mengikuti perkembangan telenovela para petinggi negara yang selalu kelaparan itu
BalasHapus